Lupakan sejenak prahara POLRI vs KPK atau
Menpora vs La Nyala yang makin membuat jengah. Minggu – minggu ini ada event
sepak bola yang cukup menggelitik di hati saya. Event tersebut adalah piala AFF
wanita. Di pertandingan pertama Srikandi – srikandi kita kalah 0-2 dari Timnas Wanita Kamboja. Usut punya
usut ternyata secara peringkat FIFA Kamboja wanita itu ranking 90. Pertanyaan
saya? “masak sama ranking 90 kalah?”. Ya terang aja wong Timnas Wanita Indonesia ternyata ranking juru kunci. Hahahaha
Prihatin? Ya pasti. Lantas? Saya buat saja
tulisan ini kali aja dibaca orang.
Wanita dan sepakbola, wanita saat ini
selalu dikenal sebaga pemanis/”tombo
ngantuk” di tribune, tak jarang supporter2 wanita ini ujungnya bisa
ngetop/jadi selebritis. Nah kini kita dihadapkan pada pertanyaan : apakah kita
mau sepakbola wanita Indonesia maju dan berkembang? Namun pertanyaan balasannya
adalah “apakah anda mau putri anda jadi pemain sepakbola?”.
Pertanyaan yang wajar untuk Negara
ketimuran seperti kita. Namun apa itu sebagai penghalang untuk berprestasi?
Sepertinya kok tidak? Lihat saja Timnas Wanita Iran? Mereka eksis habis. Atau
tak perlu jauh – jauh sampai Iran. Di Negeri kita Proliga, Voli, begitu cetar
membahana. Mereka bisa kenapa Sepak bola wanita tidak?
Memajukan olah raga yang sama sekali engga
poluler itu harus melewati tahap. Menurut saya ada tahap Penyaringan dan
Pemopuleran/Promosi. (Wasyeeek…)
Penyaringan
Hal yang tidak bisa
ditawar – tawar lagi adalah Buat system kompetisi tersistem : LIGA. Tak cukup hanya Kejurnas yang sifatnya musiman tapi yang dibutuhkan adalah Liga Sepakbola Wanita. Hal ini bisa jadi tantangan juga bagi Kemenpora
yang sedang membekukan PSSI. Kira – kira Kemenpora sanggup tidak membuat dan
mengelola Liga Sepak Bola Wanita? Jangan koar – koar wal anget2 T*I ayam kayak
LPI beberapa tahun lalu. Bilangnya bikin liga tandingan tapi malah kacau balau.
Dipegang orang yang tak memiliki kompetensi.
Liga yang menurut saya
efektif dan efisien adalah membagi minimal 3 wilayah atau per regional
selayaknya Liga Nusantara,misalnya ni, Regional Jawa-Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi+Maluku Utara, Papua+Maluku, dan Bali+nusa jika pesertanya banyak. Biar
banyak juga pemainnya di awal kompetisi diperbolehkan menggunakan jasa pemain
asing jika perlu 5 slot.
Pemopuleran
Louisa Necib |
Pemopuleran bisa
dimunculkan dengan memasukan sepak bola dalam kegiatan olah raga siswa seperti
Porda/Popda.
Namun pemopuleran yang
cukup efektif adalah ketika Liga itu sudah terbentuk. Misalnya dengan hal – hal
kecil seperti pamphlet dan Baliho yang berisi pertandingan atau jadwal
pertandingan, hingga Icon/Ambassador. Icon tersebut merupakan pemain yang tidak
hanya mahir bermain bola tapi juga wajah cakep, terutama pemain asing, setelah
saya berkaca pada Proliga. Jika perlu ada Marquee Player, yang asing, yang
jago, yang cakep.
Untuk masalah banyak pemain asing apa engga
memajukan produk local ni? Jawabnya, ini beda sama sepak bola bung! Untuk
“perkenalan” banyaknya pemain asing bisa jadi magnet juga kebijakan
naturalisasi masih bisa lah ditoleransi atas dasar maklum. Baru nanti jika
peminat sudah ramai. Batasin naturalisasi.
Zhao Lina |
Semoga bakal ada Maulina Novryliani dan Rani Mulyasari Baru atau bahkan sukur - sukur bakal ada Zhao Lina dan Louisa Necib di Indonesia... Semoga...
Jaya Sepak Bola Nasional!!!!!