Halaman

Minggu, 29 April 2012

kebinekaan dan legalitas

sekedar share - share aja ya kawan....hehe...

" Adakah kebinekaan dalam hukum jika semua harus disesuaikan dengan KUHP" (Prof Dr Barda Nawawie Arief,SH Kuliah Perbandingan Hukum 24 april 2012)
rasanya ga ada hentinya aku mengagumi dosen kebanggaan universitasku ini, biarpun nilaiku jelek, sering ga bisa klo ditanya,hehe tapi ilmunya itu....

banyak banget segala kearifan lokal yang ada di negara kita. Tapi tidak sedikit segala kearifan lokal mati karena adanya suatu aturan baku yang menuntut "harus seperti itu!".
Berbicara masalah ini tentu gak lepas dari bahasan "asas legalitas" yang ada di pasal 1 KUHP.
banyak sekali kearifan lokal mati karena adanya pasal ini,dari sudut aparat penegak hukumnya-pun terpaku adanya pasal ini,
artinya klo gak ada di KUHP ya bukan kejahatan klo ada ya kejahatan yg harus ditindak...

ayo direnungkan, lebih jahat mana?

1. kumpul kebo, laki - laki yang tidak bertanggung jawab atas kehamilan pacarnya
2. meminta upeti masyarakat, sedangkan masyarakat tersebut tulus iklas untuk kesejahteraan kepala suku

efeknya...

1. maraknya kehidupan free-sex, banyak beredar film gak bener, abortus, dan penemuan mayat bayi
2. buat makan kepala sukunya sih, tapi kepala suku disini punya kewenangan penyelesaian sengketa....

silahkan merenung dan berpendapat...
:-)

Jumat, 20 April 2012

Retro-aktif dan Cinta Masa lalu

aku ingat pembicaraan ini:
............
Cwe : Kamu yakin? km yakin ga kecewa nanti?
Cwo : Yep...
Cwe : Kamu uda tau masa laluku, akupun juga...  klo km beneran yakin, km gak akan masalahin ya nanti?
Cwo : oookkeeii....
Cwe : dan... aku minta km gak nyebut2 nama dy lagi dalam hubungan kita ato aku bakal nglakuin tindakan sepihak... klo emang kita akhirnya jalan, kita sepakat buat mulai hidup baru n lupain masalalu kita... siap?
Cwo: emmmhhh... siap...
Cwe: oke... aku tetep minta waktu... *) diedit seperlunya
........
aku rasa pelaku cwo dalam dialog tadi gampaang banget ngomongnya pas hari itu... tapi saat dia ngejalanin, dan dia mulai merasakan cinta buat si cwe makin hari makiiin besar, maka pas kesepakatan buat looking foward itu susah, dia bakal terus berfikir, "apa iya ya dy pernah ngrasain rasa ini buat cwo laen?", "apa aja ya yg dulu mreka lakuin? apa sesuai sama yg dy bilang sebelum jadian dulu?" , dan banyak pertanyaaan lagi berkecamuk, yang paling parah adalah...
"kanapa c dy buka hati buat cwo lain? sadar gak klo dy bakal nemuin aku, orang yang slalu sayang ma dy..?"

tapi aku rasa smua itu pertanyaan bodoh... skali lihat kedepan lihat kedepan, skali jangan lihat masa lalu ya JANGAN!!

mungkin klo dikaitkan masalah hukum, akan lekat dengan bahasan retro-aktif..
ya... penerapan peraturan yang retroaktif banyak pro dan kontra, karena berhubungan dengan hak asasi manusia.... duniapun mengakuinya... coba lihat pasal 24 statuta Roma, statuta tentang HAM yang paling diakui di dunia ini:
Article 24: Non-retroactivity ratione personae

1.         No person shall be criminally responsible under this Statute for conduct prior to the entry into force of the Statute. 
2.         In the event of a change in the law applicable to a given case prior to a final judgement, the law more favourable to the person being investigated, prosecuted or convicted shall apply.
juga
pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,“ tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) sebelum ada undang-undang yang mengatur tentang suatu perbuatan tersebut (asas legalitas) “  
 tapi heran-nya UU HAM kita, UU 39 tahun 1999 kita justru menerapkan prinsip retro-aktif, tapi pasti kita ingat sejarah, kenapa UU itu ada? karena kecaman Dunia terhadap Indonesia atas pelanggaran2 HAM yang terjadi di TimorTimur, mereka menilai Indonesia identik dengan pelanggaran HAM, mereka mendesak Indonesia untuk mengadili para pelanggar HAM atau diselesaikan dengan Hybridmodel atau pengadilan yg menangani secara Intenasional, seperti yang ada di Yugoslavia n Rwanda.
karena pada saat itu tidak ada UU di indonesia yg mengatur mengenai pelanggaran HAM, maka dikeluarkanlah UU ini dengan tujuan mengadili pelanggar2 HAM. konsekuensinya, bahkan pelanggar HAM zaman PKIpun bisa dipersidangkan dengan adanya penjelasan pasal 4 UU ini...
jelas UU ini bertentangan dengan aturan pokok dalam Buku I KUHP yang menganut prinsip non-retroaktif, banyak ahli yang berlindung dibawah Pasal 1 ayat (2) KUHP yang bunyinya intinya:
suatu hukum yang lebih baru dapat berlaku surut, sepanjang hukum yang baru itu lebih menguntungkan bagi tersangka daripada hukum yang lama
hanya saja perlu kita tahu disini, ayat (2) tersebut hanya untuk kalo terjadi perubahan UU dan bertujuan menmberi keuntungan terhadap terdakwa bukan untuk menjerat seseorang  dengan UU. dan penjelasan Pasal 4 UU 39 tahun 1999 pun banyak mendapat kritikan karena sifat retroaktif dan bertentangan dengan isi pasalnya sendiri...

jadi.....
pada intinya...
ayo looking foward, apapun itu kesalahanya maka.... akan melanggar hak asasinya klo kita bersifat retro-aktif, karena orang bisa berubah, bisa hidup lebih baik, dan dinamis...

begitu pula reaksi aku terhadap kewajiban SKCK n klo pernah dipidana ga bisa dapat SKCK, sehingga mematikan seseorang buat mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak. bisa kalian nilai melanggar UUD kah? karena filosofi lembaga permasyarakatan dan juga kedinamisan seseorang yang pasti bisa berubah dan sekembalinya dari LP ada kemungkinan orang itu akan berubah dan harus mendapatkan hak yang sama dengan warga negara Indonesia lainya...

Salam!!

Rabu, 18 April 2012

Apa itu Yuridis Romantis


Hi.. Pembaca...
aku seorang mahasiswa yang banyak belajar tentang hukum....
Suatu saat menjelang pembuatan penulisan (skripsi), aku mulai dikenalkan sama paradigma berfikir orang hukum dan juga metode penelitian.

dalam penelitian pasti ada suatu ada suatu metode pendekatan,
buat orang hukum, tentu saja gak asing sama yang namanya Yuridis Normatif, Yuridis Empiris, ato Yuridis Sosiologis (Sosio Legal).

Terkadang orang yang mengacu ada paradigma tertentu akan memeilih metode pendekatan itu secara saklek,
misal Orang yang menganut positivistik pasti akan cenderung memilih yurudis normatif sebagai metodenya, karena pada dasarnya orang positivistik akan memastikan bahwa hukum itu berada di tempat netral, anasir - anasir (norma2) diluar hukum diabaikan, sehingga yang ada diluar peraturan perundang - undangan bukanlah hukum.

lalu orang yang berparadigma kritis dan konstruktif, akan cenderung ke arah yuridis empiris atau sosiologi, mereka mengkaji segala nilai yang ada di masyarakat, mereka menilai hukum tidak berada di ruang hampa, melainkan akan ada tekanan - tekanan diluar hukum yang memepengaruhi para pelaku hukum mulai lembaga pengundang - undang, aparat, hingga masyarakat.

dan.... yang bikin aku jengkel, kadang aku sering bingung berada diantara mereka, ketika aku mengkritik suatu peraturan dalam tulisanku maka orang positivistik akan bilang "kurang mendalam tulisan kau itu!!" atau ketika aku menilai mau gak mau masyarakat harus tunduk pada peraturan maka orang sosiologis akan bilang "hei, heloo... jangan terlalu saklek jadi orang hukum karena ada kalanya hukum itu berhenti"

arrrgghhh!!!!!!!

daripada galau, buat menghibur, maka aku akan membuat aliran, ya aliran baru...
yaitu YURIDIS ROMANTIS....
aliran ini akan mencoba mengupas mengenai hukum dengan cinta, atau mengupas masalah cinta melalui sudut hukum....

salam!